Alan, Sopir Bus bertampang Preman yang membangun sekolah gratis di kampungnya



Dilihat dari penampilannya, tidak ada yang istimewa dari pria kelahiran Mawu, Nusa Tenggara Barat 1 Juli 1973 ini. Berbadan besar, berkulit hitam dan berambut gondrong, penampilannya terlihat seperti preman.

Tetapi di balik perawakannya yang garang, pria yang akrab disapa Alan ini memiliki hati yang sangat mulia.
Alan lahir dari keluarga sederhana. Karena keterbatasan ekonomi, ia hanya mengecap pendidikan hingga SMA. Selepas SMA Alan pun bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Pekerjaan pertamanya adalah menjadi kernet truk. Ia kemudian dipercaya sebagai sopir truk dengan rute Flores – Sumbawa – Lombok – Bali – Jawa – Sumatera. Kemudian ia pindah menjadi sopir bus malam di Armada Bus PO Rasa Sayang dengan rute Bima – Mataram – Denpasar – Surabaya – Jakarta.

Pengalamannya menjadi sopir yang melewati beberapa wilayah di Indonesia, membuat Alan sadar bahwa desa tempat tinggalnya sangat jauh tertinggal. Ia juga merasa prihatin melihat pergaulan anak-anak dan remaja masa kini. Didorong rasa keprihatinan Alan kemudian berniat untuk membangun sekolah agama di kampung halamannya di Dusun Tololai Desa Mawu, Kabupaten Bima.

Sebagai sopir bus malam, penghasilan Alan tidak seberapa. Untuk satu kali jalan PP (Pulang-Pergi) Bima – Mataram dengan jarak 460 km, ia hanya diupah sebesar Rp 250.000 saja. Namun dengan penghasilan yang berkisar antara 2-4 juta per bulan, tidak menyurutkan niat Alan untuk membangun sekolah. Berbekal tanah warisan orang tua dan tabungannya, Alan mulai membangun sekolah yang dinamai Madrasah Ibtidiyah Swasta (MIS) Darul Ulum pada tahun 2008.

Untuk kegiatan di sekolah ini, Alan menggratiskan biaya pendidikan serta seragam sekolah. Namun di tahun pertama sekolahnya dibuka, murid yang mendaftar tidak sampai 15 anak, dan guru pengajar pun hanya berjumlah 2 orang. Tantangan yang dihadapi Alan adalah tabiat masyarakat setempat yang lebih mendorong anak-anaknya untuk bekerja membantu orang tua daripada sekolah. Selain itu, Alan pun kesulitan mengajak para sarjana pendidikan yang menganggur untuk mengajar di MIS Darul Ulum.

Alan kemudian melakukan pendekatan kepada masyarakat. Ia menjelaskan kepada orang tua di Dusun Tololai betapa pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anak. Ia juga menerapkan metode baru dalam program pendidikannya, yaitu dengan melibatkan anak-anak dalam mengolah tanah dengan bercocok tanam. Kegiatan pendidikan alam ini sangat disukai anak-anak. Bahkan ada anak-anak yang pindah dari sekolahnya untuk bergabung dengan sekolah MIS Darul Ulum yang di pimpin Alan ini.

Setiap tahun ajaran baru, siswa yang mendaftar di MIS Darul Ulum, meningkat. Hal ini karena di bebaskannya seluruh pembayaran (Pendidikan Gartis) dari awal sekolah hingga mendapatkan lulus. Selain itu sekolah MIS Darul Ulum menjalankan program supaya anak-anak didiknya mampu berdiri sendiri dan mandiri. “Dengan mengajarkan sektor alam pada anak-anak, tujuannya adalah supaya anak-anak tidak keluar dari desa, dapat memanfaatkan alam, dan orangtua tidak lagi menelantarkan anak mereka,” jelas ayah dua anak ini.

Kini, MIS Darul Ulum memiliki 100 siswa dan 15 tenaga pengajar yang secara sukarela mengajar di sekolah itu dengan upah ‘mana-mana saja’. Meski begitu, Alan tetap memberikan upah untuk pengajar di sekolah tersebut secara rutin, “Saya sangat bersyukur dengan bantuan mereka. Menurut saya guru-guru itu juga hebat Untuk gaji saya berikan rutin, tapi tidak banyak, ya  kira-kira antara 100 sampai 150 ribu untuk mereka,” ucap lelaki gondrong itu.

Sampai saat ini Alan baru bisa memberikan fasilitas pendidikan kepada anak-anak Tololai hanya sampai lulus sekolah dasar. Meski begitu Alan berencana untuk mendirikan sekolah lanjutan untuk anak-anak lulusan MIS Darul Ulum. Ia pun berusaha untuk mencari dana dan lahan untuk mendirikan SMP. “Saya merasa masih belum mampu untuk membuat SMP. Saya masih mencari dana dan lahan. Sementara ini setelah nanti ada lulusan, kami masih akan tetap memantau anak-anak yang bersekolah di SMP mana pun. Kalau orangtua mereka tidak mampu menyekolahkan mereka, kami berusaha juga untuk membantu biaya sekolah meraka selanjutnya,” tutur Alan.

Sumber : http://kickandy.com